Ragam  

CBA Kritik Soal HOK TPT Kampung Tapos RW 13 dan Dugaan Nepotisme

Img 20220429 Wa0024

Bogor|MMC, Jabar – Koordinator Center for Budget Analysis (CBA) Jajang Nurjaman mengkritik soal biaya harga satuan hari orang kerja (HOK) dan honor tim pelaksana kegiatan  pembangunan proyek Tebing Penahan Tanah (TPT) Kampung Tapos RW 13, Desa Pangkaljaya, Kecamatan Nanggung.

IMG-20230614-WA0189
TPT Kampung Tapos RW 13, Desa Pangkaljaya, Kecamatan Nanggung. Dok. Foto: MMC Jabar.

Jajang mengatakan, berdasarkan Analisis biaya dan manfaat, dugaan ketidaksesuaian tersebut dapat menimbulkan konsekuensi negatif.

“Jika biaya tenaga kerja dan honor tidak sesuai dengan RAB, maka anggaran yang dialokasikan untuk proyek tersebut mungkin tidak mencukupi, atau ada kemungkinan terjadi penyalahgunaan atau pemborosan dana publik,” tegas Jajang kepada wartawan, Senin, (19/6/2023).

Menurut dia, akibatnya proyek pembangunan dapat mengalami keterlambatan, penyelesaian yang tidak memadai dan berdampak kerugian negara.

“Terkait proyek TPT di Kampung Tapos, Rencana Anggaran Biaya (RAB) adalah dokumen yang merinci perkiraan biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan suatu proyek atau kegiatan. RAB menjadi acuan untuk mengendalikan pengeluaran dan memastikan anggaran yang tersedia digunakan secara efisien dan efektif,” tegasnya.

IMG_20230616_150006
Dok. Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pembangunan TPT Kampung Tapos RW 13, Desa Pangkaljaya, Kecamatan Nanggung.

Jajang menilai, jika penggunaan anggaran berbeda dengan RAB, sudah jelas ada penyimpangan.

“Dalam kasus ini diduga oknum pejabat desa melakukan mark up atau penggelembungan dana. Penggunaan anggaran sebenarnya dilapangan lebih kecil dari yang dilaporkan,” katanya.

“CBA mendorong APH seperti Kepolisian atau Kejari setempat untuk segera membuka penyelidikan atas kasus tersebut,” lanjutnya.

Selain itu, CBA juga mengkritik keberadaan hubungan keluarga atau saudara di dalam satu pemerintahan dapat menjadi permasalahan serius.

Jajang menyampaikan, sebagaimana prinsip dasar demokrasi adalah menjunjung tinggi prinsip keadilan, transparansi dan akuntabilitas.

“Jika Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Bendahara memiliki hubungan keluarga atau saudara di dalam satu pemerintahan, hal ini dapat menimbulkan dugaan Nepotisme atau penggunaan kekuasaan yang tidak adil,” ungkapnya.

Ia menyarankan, dalam pemerintahan yang demokratis, jabatan dan posisi diisi berdasarkan kualifikasi, kompetensi dan integritas individu, bukan berdasarkan hubungan keluarga.

Menurutnya, Nepotisme dapat merusak prinsip meritokrasi dan mengurangi kepercayaan publik terhadap pemerintahan. Oleh karena itu, penting untuk menjalankan prinsip demokrasi dengan memastikan keberadaan sistem yang adil dan transparan dalam pengisian jabatan di pemerintahan.

“Dugaan praktik Nepotisme tersebut, diduga sebagai salah satu biang keladi terjadinya banyak penyimpangan,” tandasnya.

Sementara, salah satu narasumber yang menceritakan kepada wartawan bahwasanya Sekretaris Desa dan Bendahara diduga masih memiliki hubungan keluarga atau saudara.

“Bendahara Desa, adenya (Pak-red) Kades, (Sekretaris Desa-red) anak Pamannya Pak Kades,” sebut narasumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.

Terpisah, Kepala Desa Pangkaljaya, Taufik Sumarna ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat elektronik belum bisa memberikan klarifikasi apapun.

Diberitakan sebelumnya, terendus dugaan biaya harga satuan hari orang kerja (HOK) dan honor tim pelaksana kegiatan (TPK) pembangunan proyek Tebing Penahan Tanah (TPT) Kampung Tapos RW 13, Desa Pangkaljaya, Kecamatan Nanggung tidak sesuai dengan rencana anggaran biaya (RAB) tahun 2023.

Hal ini terlihat dari pernyataan Kaur Perencanaan Desa Pangkaljaya sekaligus tim pelaksana kegiatan (TPK) Khaerudin kurang singkron dengan rencana anggaran biaya (RAB) pada pembangunan TPT Kampung Tapos RW 13.

Hingga berita ini dimuat wartawan masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam waktu secepatnya. (Dery/Iwan).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *