Bogor | Jabar.mmcnews.id – Eha warga Desa Barengkok, Kecamatan Jasinga dari Kampung Bojong Kancas RT 04 RW 06 yang belum tersentuh bantuan rumah tidak layak huni atau Rutilahu. Usut punya usut ternyata Eha belum juga terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Ibarat Pribahasa “Sudah Jatuh Tertimpa Tangga Pula”.
Terkait Eha yang belum terdaftar di
(DTKS). Hal ini diungkapkan oleh TKSK Kecamatan Jasinga Cepi Saepuloh.
“Pa ini gak ada di DTKS, cuman
dapet bantuan BLT dari DD,” kata Cepi meneruskan percakapan dari Kasie Kesra Desa Barengkok kepada wartawan, Minggu (26/12/2021).
Menurutnya, pa Achsan ini tadinya tinggalnya di Jakarta bareng keluarga pindah ke Kampung
Bojong, baru sekitar 4 tahun kurang lebih.
“Yah saya kasih tau operator SIKS-NG kalau ada pembukaan DTKS supaya di masukan gituh kang,” sebut Cepi.
Seperti dilansir dari halaman Puspensos.kemensos.go.id, tujuan dari DTKS adalah agar penyelenggaraan kesejahteraan sosial dapat dilaksanakan secara terarah, terpadu, dan berkelanjutan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah,dan masyarakat. Dalam Permensos Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial pada Pasal 2 Ayat 2, disebutkan bahwa DTKS meliputi, 1 : pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial (PPKS) seperti : fakir miskin dan anak terlantar.
- penerima bantuan dan pemberdayaan sosial seperti: keluarga penerima manfaat – program keluarga harapan (KPM PKH) – keluarga penerima manfaat – program sembako (KPM Sembako).
-
potensi dan sumber kesejahteraan sosial seperti: tenaga kesejahteraan sosial kecamatan (TKSK), lembaga kesejahteraan sosial (LKS).
Dalam pengelolaan DTKS dilakukan dengan menggunakan Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next-Generation (SIKS-NG) yang terintegrasi. SIKS-NG adalah suatu sistem informasi yang terdiri dari beberapa komponen yaitu pengumpulan, pengolahan, penyajian dan penyimpanan DTKS dengan memanfaatkan teknologi informasi komunikasi yang dilaksanakan secara berjenjang dan berkesinambungan. Pengelolaan DTKS dilakukan melalui tahapan pendataan, verifikasi dan validasi, penetapan, dan penggunaan (Toton2020).
Dalam proses pendataan, verifikasi, dan validasi data dilakukan secara mandiri oleh pemerintah daerah kabupaten/kota melalui dinas sosial terkait atau bersama dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kegiatan statistik. Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang Nomor. 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Dimana didalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pembagian penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang sosial menjadi kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Tugas pemerintah pusat adalah pengelolaan data fakir miskin nasional, tugas pemerintah daerah provinsi adalah pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah provinsi, sedangkan tugas pemerintah daerah kabupaten/kota adalah pendataan dan pengelolaan data fakir miskin cakupan daerah kabupaten/kota. Pendataan dilakukan secara berkala paling sedikit satu tahun sekali. Hasil Pendataan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Pemerintah Daerah Provinsi untuk diteruskan kepada Kementerian Sosial.
Sebelum diserahkan kepada Kementerian Sosial, maka Dinas Sosial Provinsi melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan. Dalam hal verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan ditemukan ketidaksesuaian, maka pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melakukan perbaikan data. Hasil verifikasi dan validasi tersebut disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial.
Selanjutnya Kementerian Sosial melakukan verifikasi dan validasi terhadap hasil pendataan yang telah disampaikan oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Verifikasi dan validasi dilaksanakan oleh Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial (PSKS) yang ada di kecamatan dan kelurahan/desa. Data hasil verifikasi dan validasi yang dilaksanakan oleh PSKS disampaikan kepada Bupati/Walikota untuk disahkan dan dikirim ke Provinsi. Jika ada hasil verifikasi dan validasi yg tidak sesuai maka Provinsi wajib memperbaiki.
Perbaikan data yang dilakukan berupa inclusion error dan exclusion error. Yang dimaksud dengan inclusion error adalah individu yang tidak berhak mendapatkan bantuan tapi masuk sebagai penerima bantuan. Sedangkan exclusion error berarti individu berhak masuk sebagai penerima bantuan justru tidak terdaftar sebagai penerima.
Data hasil verifikasi dan validasi dan perbaikan akhir disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial untuk ditetapkan sebagai DTKS. Penetapan data terpadu kesejahteraan sosial didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan oleh menteri sosial. DTKS ditetapkan paling sedikit setiap enam bulan sekali.
Dalam hal terjadi perubahan data seseorang yang sudah masuk dalam DTKS, wajib melaporkan kepada Lurah/Kepala Desa di tempat tinggalnya. Selanjutnya Lurah/Kepala Desa menyampaikan pendaftaran atau perubahan kepada Bupati/Walikota melalui Camat. Bupati/Walikota menyampaikan pendaftaran atau perubahan data kepada Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri Sosial. Dalam hal diperlukan, Bupati/Walikota dapat melakukan verifikasi dan validasi terhadap pendaftaran dan perubahan. Sebelum hasil pendaftaran dan perubahan data diteruskan kepada Menteri Sosial, Pemerintah Daerah Provinsi dapat melakukan verifikasi dan validasi. Apabila ditemukan ketidaksesuaian, pemerintah daerah provinsi bersama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota wajib melakukan perbaikan data. Hasil pendaftaran atau perubahan data akhir baru disampaikan oleh Gubernur kepada Menteri Sosial.
Apabila ada masyarakat yang belum terdata dalam DTKS dapat secara aktif mendaftarkan diri kepada Lurah/Kepala Desa di tempat tinggalnya untuk melakukan mekanisme pemutakhiran mandiri (MPM) dengan tujuan agar nama warga bersangkutan dapat diusulkan masuk ke dalam DTKS. Usulan ini akan dimusyawarahkan di tingkat desa atau kelurahan. Apabila usulan tersebut diterima maka nama warga tersebut akan disampaikan ke Bupati atau Walikota melalui Camat. Selanjutnya Bupati/Walikota kembali melakukan verifikasi dan validasi. Apabila warga tersebut memenuhi kiteria yang telah ditetapkan maka namanya dapat dimasukkan kedalam DTKS dan akan dikirim ke Gubernur untuk diteruskan kepada Menteri Sosial agar disahkan.
Pada saat nama masyarakat sudah masuk dalam DTKS, maka tidak secara langsung masyarakat yang bersangkutan menerima seluruh program bantuan sosial yang digulirkan oleh pemerintah. Hal tersebut disebabkan karena setiap bantuan sosial yang diberikan harus disesuaikan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang dikelompokan dalam kedalam desil kemiskinan. Maka dari itu pemerintah mengambil 40% dari populasi rumah tangga yang berada di seluruh Indonesia berdasarkan DTKS, kemudian diklasifikasikan menjadi desil 1 sampai dengan 4 yang lalu dirangking. Rangking tersebut adalah: 1) desil satu yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan 10% terendah di Indonesia; 2) desil dua yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 11% – 20% terendah di Indonesia; 3) desil tiga yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 21% – 30% terendah di Indonesia); 4) desil empat yaitu rumah tangga/individu dengan kondisi kesejahteraan antara 31%-40% terendah di Indonesia (Pusdatin Kesos, 2020).
(Dery)