KPU Hanya Buat Laporan ke MK Bukan PermohonanPerpanjangan PSU Ujar Lakius Peyon

Img 20220216 Wa0050

Jakarta | jabar.mmcnews.id ,- Kuasa Hukum Lakius Peyon dan Nahum Mabel mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) hanya membuat laporan ke Mahkamah Konsitusi (MK) bukan PermohonanPerpanjangan PSU
Sidang pendahuluan Pilkada Yalimo di Mahkamah Konstitusi di gelarkemarin selasa 15 Februari 2022Tercatat dengan Register nomor 154/PHP.BUP-XX/2022 dipimpin Ketuamajelis Panel Yang Mulia Prof.Dr.Aswanto.SH.,M.Si.,D.F.M.

Sebelumnya Majelis Panel juga telah menerima Hasil Laporan KPU danBawaslu Kabupaten Yalimo dalam perkara tersendiri sesuai registerNomor.145/PHP.BUP-XIX/2021.

Tak hanya itu, Kuasa Hukum juga mempertanyakan dasar perpanjangan atau alasan hak pelaksanaan PSUTanggal 26 Januari 2022 yang dilaksanakan KPU Kabupaten Yalimo danselanjutnya yang dimaksud dengan pelaksanaan 120 Hari Kerja di tambah 7 Hari kerja sebagaimana Amanah Angka 5 Putusan Sela dihitungnya dari saat kapan? Oleh KPU Kabupaten Yalimo.

Jonathan mengatakan bahwa seharusnya KPU Yalimo dalammelaksanakan perpanjangan Pilkada mengajukan permohonan penetapan perpanjangan kepada Mahkamah Konstitusi bukan hanya membuat laporan ke pada MK pada hal MK sendiri sudah menjelaskan kepada para adresad dalam surat Mahkamah Konstitusi Nomor.2624/HP.07.02/10/2021, Bahwa Terkait Tindakan Lanjutan Mahkamah Konsitusi merupakan kewajiban pihak sebagimana adressat
putusan sesuai putusan Mahkamah
bersifat final dan mengikat.
Oleh karena itu Mahkamah hanya menyampaikan pendapat hukum dalam putusan Mahkamah,” kata dia melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (16/2/2022).

Jonathan menyampaikan bahwa KPU Yalimo dalam Tanggapannya Perkara 153/PHP.BUP-XIX/2021 telah mendalilkan sebagai Yuresprudensi kasus Perpanjangan Perkara Nomor.63/PHPU.D-IX/2011 padahal dalam perkara tersebut nyata-nyata KPU Kota Pakan Baru mengajukan permohonan penetapan perpanjangan PSU Kota Pakan Baru sehingga putusan dari Mahkamah Konstitusi itulah yang akan dihitung sejak kapan berlakunyaperpanjangan 90 Hari kerja yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi Kepada KPU Kota Pakan Baru.

“Justru yang anehnya KPU Yalimo hanya membuat Laporan kepadaMahkamah Konstitusi bukan mengajukan Permohonan PenetapanPerpanjangan.Laporan tersebut tertuang dalam jawaban KPU Yalimo melalui KuasaHukumnya Dr, Heru Widodo,SH.,M.Huk dan kawan-kawan yaitu LaporanKPU RI No.882/PL.02/01/2021 Tanggal 29 September 2021 dan Laporan Kedua KPU RI Nomor. 1021/PL.02/01/2021 Tanggal 27 Oktober 2021 serta Laporan Ke Tiga KPU RI Nomor.1229/PL.02/01/2021 Tanggal 27 Desember2021 sesudah melaksanakan PSU pada tanggal 26 Januari 2022.”

Jonathan menduga bahwa KPU RI sengaja tidak melakukan pengajuanpermohonan perpanjangan waktu ke Mahkamah Konstitusi adalahmerupakan akal-akalan untuk menutupi kesalahan KPU Yalimo dengan
alasan masalah Pendanaan dan masalah-masalah lainnya.

“Karena apa bila Mahkamah menggelar sidang penetapan maka segala permasalahan tentang kesalahan penyelenggara akan terkuat dan terbongkar,” terangnya.

Oleh karena itu, ujar Jonathan WS sebagai Kuasa Hukum pasangan calonPilkada Yalimo Lakius Peyon dan Nahum Mabel berharap agar MahkamahKonstitusi melihat permasalahan dalam putusan pilkada Yalimo tidak hanya melihat kepentingan elit-elit politik yang ada di Yalimo Khususnya di Tanah Papua.
Karena ini mencakup permasalahan bangsa kedepan dalam menjujung asas demokrasi dalam ketatanegaraan kita.

“Bayangkan kalau Putusan Mahkamah Konstitusimengabulkan Perpanjangan Pelaksanaan Pemilihan Suara Ulang PilkadaYalimo tanggal 26 Januari 2022 maka menjadi efek besar dalam kajianHukum di republik ini”

Kata Final dan Biding menjadi tidak ada arti lagi dalam putusan Mahkamah konstitusi tersebut dan kita rela mengorbankan Institusi yang lahir karena Demokrasi di Republik dengan berdarah-darah tercederai dengan persoalan kepentingan orang tertentu, oleh karena itu dia menyayangkan kalau sebuah Keputusan Komisi Pemilihan Umum bisa mengendalikan atau menganulir Keputusan Mahkamah Konstitusi,” ungkap Jonathan.

Lebih jauh Jonathan menyebutkan, Mengutip Permohonan Perkara 154/PHP.BUP-XX/2022 yang di bacakanJonathan Waeo Salisi SH selaku penasehat hukum pasangan Lakius Peyon dan Nahum Mabel menyampaikan dan berpendapat bahwa KPU RI, KPU Provinsi Papua dan KPU Kabupaten Yalimo dengan sengaja tidak memaknai Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 atas Perubahan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang dengan jelas menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final and binding akibatnya jika mahkamah konstitusi mentolelir
perbuatan KPU RI, KPU Provinsi Papua dan KPU Kabupaten Yalimo dalam melaksanakanperpanjangan Pilkada Kabupaten Yalimo tahun 2020 pada tanggal 26Januari 2022 yang dilakukan dengan serta merta akhirnya akan menjadipreseden buruk dikemudian hari dan dimasa mendatang dalampelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi baik Pemilihan suara ulangataupun keputusan lainnya.

Hal ini dapat dijadikan sekaligus senjata baru untuk disalahgunakan bagi jajaran komisi pemilihan umum di masa mendatang dan untuk tidak independen lagi dan dengan gampang tidak mentaati Putusan Mahkamah Konstitusi dimasa-masa mendatang dengan berbagai macam alasan.

Jonathan mengatakan, oleh karena itu pemohonan menyadari bahwa putusan MahkamahKonstitusi yang implementatif akan tercederai oleh keputusan KomisiPemilihan Umum ini adalah karena pelaksanaan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi sangat tergantung pada kesadaran dan ketaatanpihak-pihak terkait yang tidak arogansi dari masing-masing lembaga yang menjadi addressat putusan untuk mentaati jangan sampai oleh karena kelemahan kekuatan eksekutorial Mahkamah Konstitusi tersebut justru pada akhirnya akan merugikan pencari keadilan, atau akan menghambat agenda ketatanegaraan termasuk pemilu dan pilkada dalam proses demokrasi lainnya dimasa – masa mendatang.” tutupnya.

(Deva)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *